PERNYATAAN PARLEMEN PAKISTAN
Tentang
KELOMPOK QADIĀNI DAN AHMADIYYAH
Naskah Amandemen Konstitusi yang bersejarah yang dikeluarkan oleh dua majlis dalam Parlemen ini mencapai puncaknya dalam siaran langsung selama tiga bulan yang diselenggarakan oleh Panitia Khusus Majlis Nasional, di saat mana para pemimpin Jama‘at-jama‘at [Ahmadiyyah] di Rabwah dan Lahore diperiksa masing-masing selama 41 jam 50 menit dan 8 jam 20 menit, termasuk dua puluh delapan orang yang duduk selama lebih dari 96 jam.
Salah satu amandemen tersebut dimasukkan sebagai anak kalimat baru dalam pasal 260 Konstitusi Pakistan yang merumuskan orang bukan-Muslim, yaitu:
Setiap orang yang tidak percaya akan Nabi Terakhir Muhammad saw. yang bersifat mutlak dan tanpa syarat, atau mengakui nabi atau pembaharu agama [mujaddid] adalah bukan-Muslim berdasarkan ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Konstitusi atau Hukum.
Amandemen yang kedua berkaitan dengan pasal 106 Konstitusi yang menyediakan kursi-kursi [keanggotaan] bagi kelompok-kelompok minoritas dalam Badan-badan Legislatif tingkat Propinsi. Dalam butir III pasal ini, setelah menyebutkan kelompok-kelompok minoritas lain seperti Kristen, Hindu, Sikh, dan sebagainya, dilanjutkan dengan kata-kata “dan orang-orang dari kelompok-kelompok Qadiānī atau Lahore (yang menyebut diri mereka “Ahmadī”)” termasuk di dalamnya.
Terlepas dari perubahan-perubahan konstitusi tersebut, resolusi senada yang disahkan oleh Majlis tersebut mengajukan rekomendasi agar amandemen-amandemen yang menyangkut konsekuensi dan prosedur bisa dilakukan terhadap beberapa aturan hukum yang terkait, seperti Undang-undang Registrasi Nasional tahun 1973, dan Peraturan-peraturan mengenai Pemilihan tahun 1974. Ia juga mengajukan rekomendasi untuk melakukan modifikasi Bagian 295 (A) Undang-undang Hukum Pidana Pakistan dengan membubuhkan tambahan keterangan sebagai berikut:
Orang Muslim yang menganut, mengamalkan atau menyiarkan [ajaran] yang menentang Kerasulan Terakhir Muhammad saw. sebagaimana dijelaskan dalam anak kalimat III pasal 260 Konstitusi dapat dikenakan hukuman menurut ketentuan Konstitusi ini.
Dikutip dan diterjemahkan oleh Machnun Husein dari Lampiran buku Sir Muhammad Iqbal, Islam and Ahmadism (1934).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar